Foto: Sindonews.com
Ilustrasi
DUNIA internasional sedang sibuk
membicarakan ketegangan Amerika Serikat (AS) dengan Iran. Pasalnya, AS
menyerang pangkalan militer Iran, yang menyebabkan meninggalnya Panglima
Militer Iran.
Keduanya pun saling serang. Tak
tanggung-tanggung, mereka menggunakan rudal kaliber canggih. Yang menunjukkan
kehebatan kedua negara itu. Tentu isu AS dan Iran lebih menyita banyak
perhatian masyarakat internasional, bahkan di Indonesia lebih hangat membahas
isu AS dan Iran ketimbang mencurahkan perhatian pada kasus Pulau Natuna yang
diklaim miliK Cina.
Beberapa video yang beredar, terlihat rudal
menghiasi langit, tampak jelas peluru kendali itu melintasi langit menyusup
sasaran. Ntah itu rudal AS, dan serangan balik Iran.
Dalam video yang beredar, terdengar
letupan rudal dan terlihat api yang melintas langit negara bagian Timur Tengah
itu. Juga terdengar suara takbir dan zikir.
Foto: Sindonews.com
Ilustrasi
Saya tak membahas siapa dalang dibalik
saling mengirim rudal tanpa order itu, antara AS dan Iran. Tapi saya hanya
teringat memori silam, saat Aceh dalam kondisi konflik.
Tahun 2003, dikenal sebagai tahun
Darurat Militer di Aceh. Banyak TNI AL dikirim ke Aceh atas perintah Megawati
Soekarno Putri, selaku presiden kala itu. Saat itu, saya masih duduk di bangku
SMP.
Pascatiba di Aceh, TNI AL langsung masuk
kampong-kampong, mereka mendirikan posko, dan tetap dalam misi menangkap dan
menumpas kelompok GAM. Saya kira, masyarakat Aceh paham kondisi saat itu,
artinya tak perlu saya deskripsi terlalu detail.
Meurandeh, sebuah kampong di Kecamatan
Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. Lokasinya agak ke pesisir pantai,
berbatasan dengan Selat Malaka.
Ilustrasi
Meurandeh memang menjadi garis merah
dalam daftar aparat Indonesia. Sebab lokasi ini basis GAM Sagoe Manyak Payed.
Karenanya, TNI AL mendirikan 3 posko di desa tersebut. Di ujung timur, bagian
tengah, dan ujung barat. Pengawasan terhadap warga Meurandeh terbilang ketat.
Beberapa minggu setelah TNI AL menetap
di Meurandeh, mereka saling sapa, dekat dengan masyarakat. Rasa takut dan
trauma agak sedikit hilang. Warga tetap beraktifitas, namun hanya boleh di
sekitar kampong. Tidak diizinkan ke tambak dan melaut. Sebab Kampong Meurandeh memiliki
lahan tambak yang cukup luas, hingga ke bibir pantai Selat Malaka, kawasan
Pantai Raja Muda.
Di tambak dan hutan bakau itu lah GAM
bersembunyi pasca TNI AL menetap di Meurandeh.
Saya yang terbilang kecil kala itu, yang
tetap berlaku sebagai anak SMP. Kalau malam belajar agama di dayah, paginya
sekolah di Tualang Cut. Kebetulan, Meurandeh sebuah pulau, dikelilingi oleh
sungai dan laut Selat Malaka. Pada malam hari, saya mengaji atau belajar agama
di Dayah Babul Muttaqin, di Kampong Mesjid. Sebuah kampong yang bertetanggaan
dengan Meurandeh, yang dipisah oleh Sungai Manyak Payed dengan luas sungai
mencapai 100 meter lebih.
Suatu malam, saat saya berada di Dayah
Babul Muttaqin, sekitar pukul 20.00 WIB, atau setelah salat Isya. Kami melihat
ada api yang terbang, melewati langit Kecamatan Manyak Payed.
Kami, semua para santri serta guru melihat
ke langit, dan merasa heran. Sebenarnya api apa yang terbang secara
terstruktur, dan silih berganti.
Usut punya usut. Ternyata amunisi dan senjata
perang milik TNI, entah itu rudal atau jenis lainnya. Intinya ada api terbang
di langit malam itu, yang ditembak oleh aparat Indonesia ke wilayah
persembunyian GAM, di hutan bakau dan tambak kawasan Meurandeh.
Malam itu, dalam satu menit, ada 1 rudal
yang melintas di langit Manyak Payed. Seperti kembang api yang menghiasa
bintang dan awan.
Foto: Mongabay.co.id
Ilustrasi
Saya memperhatikan, ada dua ledakan
setiap satu rudal. Suara pertama terdengar saat rudal keluar dari induknya, setelah
terdengar suara, kami langsung siap-siap melihat ke awan, sebab rudal berbentuk
api itu akan terlihat setelah beberapa detik ledakan. Setelah melintas, dan
hilang dari pandangan mata, beberapa detik kemudian kami mendengar suara
ledakan lagi di kawasan tambak, artinya rudal telah tiba di tempat target
hingga meletus.
Kondisi ledakan dan api terbang itu
terjadi satu jam lebih. Artinya banyak rudal yang diserang ke basis persumbunyian
GAM. Saya merasa, bagaikan hidup di Timur Tengah. Rudal dan kontak tembak
seakan telah jadi hal biasa.
Ternyata, rudal itu berasal dari kawasan
Tualang Cut, yang berjarak 12 kilometer dari Meurandeh. Memang, di Tualang Cut
ada Batalyon TNI AD, Yonif 111. Siapa pun yang melintas jalan nasional. pasti
tau dan pernah melihat Yonif 111.
Penulis: Abu Teuming
No comments
Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.