Oleh Abu Teuming
Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Krueng Barona Jaya, Kemenag Aceh Besar
Sejak terhembus kabar meninggal Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim, MA, pada Sabtu 14 Agustus 2021, tampaknya belum berhenti cerita rakyat tentang sosok tokoh Aceh ini. Di alam nyata, orang-orang terus menyebut nama Prof Farid sebagai sosok yang dikagumi. Di dunia maya, berjuta catatan terukir, mulai dari petani, nelayan, akademisi, bahkan kalangan dayah membicarakan kebaikan sang profesor.
Selama tiga hari ini, 90% postingan warga net terkait Prof Farid. Penulis kerap mengamati, ada yang berkisah tentang kesan bersama prof, cerita-cerita indah, unik, bahkan kisah sedih.
Foto-foto momen penting mulai bertebaran, bahkan kaum lama, para senior memposting foto jadul bersama sang prof.
Via media sosial, satu pun tak penulis temukan kisah buruk tentang prof. Sebaliknya, netizen memberi kesaksian, Prof Farid merupakan intelektual Aceh, pemikir kemajuan serambi mekah, dan orangnya dikenal baik. Jasanya luar biasa, mengayomi kaum kampus dan kaum dayah. Diterima oleh semua kalangan, yang berdasi atau sarungan, masyarakat awan dan intelektual.
Catatan indah warga dan netizen tidak muncul tanpa sebab. Tentu, semasa hidup Prof Farid, mereka mendapatkan kesan menarik dan pesan indah. Terekam dalam memori warga, dan teringat ketika kondisi begini, saat prof menghadap Pencipta.
Entah itu orang-orang yang dibantu dan dimudahkan urusannya, sehingga memang jasa prof patut dikenang. Ada yang termotivasi lewat pesan dakwah. Bahkan ada yang merasakan pribadi Prof Farid sebagai tokoh yang humoris. Sejuta catatan itu, tanpa penulis urai dari A sampai Z, tentu pembaca dapat mengambil kesimpulan, atau dapat merasakan kebaikan mantan rektor UIN Ar-Raniry ini.
Bagi penulis, Prof Farid Wajdi Ibrahim bukan sekedar guru besar bagi rakyat Aceh. Bukan pula sebatas aktifis dakwah yang diidolakan. Ia merupakan tokoh penting, yang menggeserkan pita di kepala penulis, saat wisuda, sebagai tanda telah meraih kesuksesan selangkah. Intelektual dan ulama ini juga yang menjajaki tinta berharga di ijazah saya, sehingga sah kesarjanaannya, dan kertas itu bisa dibawa ke instansi mana pun, untuk mendapatkan kerja. Mungkin, demikan pula yang dirasakan orang lain, yang pernah mengenyam pendidikan di UIN Banda Aceh.
No comments
Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.