Malam itu, dikabarkan beberapa FAMers akan ikut bersama Pak Yarmen Dinamika untuk agenda lauching FAMe Chapter Aceh Jaya. Jam 07:00 Wib wajib berkumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Setelah ngopi dan sarapan bareng, tim terpilih bergerak menuju Calang, Kabupaten Aceh Jaya.
Perjalanan santai dan sejuk membuat suasana kian berkesan. Serunya ketika bisa bersama dalam satu mobil dengan sosok Bapak Literasi Aceh (BLA) yang membeberkan segudang kisah sepanjang hidupnya. Mulut Pak Yarmen sepertinya sulit diam. Ada saja hal yang ingin dikisahkan. Bibirnya kerap basah dengan ilmu.
Selama ini, saya banyak mendapatkan cerita masa konflik dan tsunami Aceh dari lisannya. Itu yang membuat saya terkesima. Konon ia kerap menguraikan ilmu yang belum pernah saya ketahui. Bagi saya, kisah paling unik dialaminya ketika Aceh dilanda gempa dan tsunami 2004 silam. Bencana yang membuat seantero dunia tercengang.
Pascatsunami Aceh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan bantuan masa panik 100 Milliar. Pemerintah Aceh harus menghabiskan dana tersebut dalam jangka waktu 90 hari. Masa itu Aceh dipimpin oleh Azwar Abubakar. Sang gubernur merasa kwalahan membagikan rupiah pada korban tsunami dalam waktu singkat tersebut.
Demi menghabiskan setumpuk uang, Azwar Abubakar mengajak Pak Yarmen Dinamika untuk menyalurkan bantuan tunai pada korban bencana. Hampir setiap harinya, Azwar Abubakar bersama Yarmen Dinamika terbang menggunakan helikopter untuk menyusuri daerah dampak tsunami. Hebatnya, dalam sehari mereka menerbangkan uang 2 M, guna dibagikan kepada masyarakat Aceh. Baik lewat pihak kecamatan dan perangkat desa.
BACA JUGA: https://www.abuteuming.com/2022/02/saat-bimbing-skripsi-dosen-sebut-saya.html
Menakjubkan, Yarmen Dinamika diperintahkan oleh gubernur untuk membawa uang tunai. Dengan penuh semangat Yarmen memikul uang dalam karung. “Benar-benar lelah memikul uang sebanyak itu”, ucap Yarmen sambil nyetir. Sesekali terdengar senyum khasnya.
Kendaraan terus melaju. Menyusuri jalan lebar bantuan USAID. Hutan lebat nan hijau terlihat jelas di sepanjang jalan. Gunung mencakar langit mengingatkan kami betapa kuasa Allah atas semua ciptaan-Nya. Udara segar terhembus lega di penciuman kami. Sambil menikmati keindahan jalan, kami menyimak secara saksama pembicaraan Yarmen. Berharap ada yang bisa kami petik dari wartawan senior Serambi Indonesia. Saya menatap Hayatullah Pasee. Ia seakan tak ingin ketinggalan sebait kata pun yang terucap pria asal Singkil itu.
Sang guru mempertegas, “itu lah yang saya lakukan selama 90 hari”. Setiap hari menenteng uang dalam jumlah besar. Bila rombongan dalam helikopter terlalu ramai, maka penumpang akan dikurangi, agar ada tempat untuk meletakkan uang sejumlah 2 M. Saat mereka melakukan penerbangan, terlihat akses darat Aceh Jaya. Semua putus total. Tak ada pilihan lain menuju Aceh Jaya dan Aceh Barat selain menggunakan transportasi udara.
Uang Aceh saat itu melimpah ruah. Dalam sebuah kamar di kediaman Azwar, Yarmen melihat tumpukan uang setinggi bangunan. Penuh dengan kertas biru dan merah. Hampir tiada tempat untuk duduk sejenak. Begitu banyaknya tersusun duit. Memang, setelah tsunami uang harus di simpan di rumah. Sebab tidak ada bank untuk penyimpanan. Semua bank di Banda Aceh lumpuh total. Tiada pilihan lain selain menyimpan di kediaman.
Ia kisahkan. “Hampir setiap hari saya mendapatkan uang 10 juta atas tawaran Azwar Abubakar”. Namun ia enggan menerima, tetapi Azwar memaksa.
“Inilah jerih payah kita”.
Azwar juga meminta Yarmen agar menyisihkan dua juta untuk pilot. Yarmen komplain. “Loh! Untuk apa kita berikan? Kan dia punya gaji?”
Azwar mendesak supaya dua juta tetap diberikan untuk pilot. Meski dia sudah digaji, tetapi dia bisa saja melakukan tindakan lain dalam pesawat, sehingga keselamatan penerbangan kita tak terjamin.
Yarmen terseyum mendengar jawaban Azwar, dan memberikan kepada yang berhak sesuai intruksi. Kerjanya hanya memikul dan membagikan uang setiap hari selama 90 hari masa kerja. Pilot juga mendapat jatah dua juta setiap hari. Pekerjaan luar biasa dan jarang dirasakan oleh orang lain.
Uang pemberian Azwar ia sisihkan untuk sedekah. Hampir setiap hari Yarmen mengadakan acara kecil-kecilan di kantor berita Serambi Indonesia. Rekan wartawan merasa heran. Yarmen dapat uang dari mana? Setiap hari ada saja kendurinya.
Pukul 18: 40 Wib kami putar haluan menuju Banda Aceh. Lagi-lagi, Yarmen mulai bercerita. Ia seperti melampiaskan semua apa yang dilihat dan dirasakannya pada masa konflik dan tsunami.
Dalam ingatan saya, Yarmen mulai bercerita dengan suara santai. Tangannya terus menyetir. Matanya tak berpaling dari arah jalan. Malam kian pekat. Suhu mulai dingin. Nada bicaranya mulai rendah. Hayat dan Furqan terdiam. Mereka tak ingin melewatkan kisah Pak Yarmen malam ini. Zopan terkulai lemas. Ia duduk di bagian depan. Menemani Pak Yarmen menyetir. Jarang sekali saya mendengar ocehan Zopan. Ia memang dikenal sosok kalem. Matanya layu bak putri cina.
Mata saya mulai redup. Perih dan rabun. Sekejap memejam mata. Sesekali terdengar sayup-sayup suara Pak Yarmen. Sejak usai salat magrib di sekitaran Calang, ia tak berhenti bercerita hingga tiba di Banda Aceh. Telinga saya mampu menerkam kisahnya, namun tidak begitu membekas. Harapannya, Hayat dan Furqan dapat menyimak dan mencatatnya. Jarang sekali bisa bersama dengan Pak Yarmen dalam waktu lama seperti ini.
Ketika masih dalam perjalanan pulang. Saya memperhatikan mobil sesekali melewati garis jalur kiri. Padahal, jalan Banda Aceh – Meulaboh dikenal jalan paling lebar di Aceh. Memang, ia menyetir Pergi Pulang (PP). Sepertinya Pak Yarmen kelelahan. Saya mulai khawatir, mobil sering melaju ke samping kiri. Di puncak Geurutee, mobil sempat keluar dari aspal. Bahkan terhenti sejenak untuk mengontrol jalan. Dalam benak saya terlintas, Pak Yarmen memang sudah kelelahan. Apalagi ia kemarin malam telat tidur. Tentu rasa lelah menderanya. Belum lagi kami dua kali harus mendorong mobil sebab tidak bisa starter.
Namun, jiwanya untuk membumikan literasi di bumi Iskandar Muda membuatnya sehat selalu. Lelah dan waktu terkuras tak menjadi persoalan baginya. Tujuannya satu, jangan ada tanah Aceh yang tak dihinggapi FAMers.
Akhir perjalanan, saya berharap Hayatullah Pasee dan Furqan dapat mengabadikan kisah perjalan kita tempo hari. Serta mencatat kisah-kisah penting yang dikabarkan oleh Pak Yarmen Dinamika.
Abu Teuming
Penulis buku “Sepenggal Kisah di Lorong Pesantren”
No comments
Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.