Bocah Pecintan Sampah

Share:

Cerpen 

Oleh: Abu Teuming
Penyuluh Agama Islam Kece

Usai salat Zuhur, Selasa, 25 Oktober 2022, seorang pria duduk di tangga masjid, berdekatan dengan tempat diletakkan sandal. Ya, itu ayahnya Alfatih, sedang menghirup udara segar yang berhembus halus membelai pipinya.

Alfatih sudah keluar masjid sebelum ayahnya mengucapkan salam. Bocah berusia tiga tahun itu bermain di halaman, sebelah timur masjid. Kebetulan, di perkarangan masjid ada Madrasah Ibtidaiyah Swasta Krueng Barona Jaya, Aceh Besar.

Tampaknya, anak berkulit sawo matang itu nimbrung dengan siswa MIS yang bermain di halaman masjid, setelah mereka salat. Tiba-tiba, Alfatih berlarian dari timur masjid, menuju sisi utara, tempat ayahnya duduk, di tangga. Ia lari sambil memanggil, "Ayah!”

"Abang dapat," ucapnya sambil memegang sehelai kertas warna kuning. 

Sang ayah menduga Alfatih sudah membeli jajan di sekolah. Memang di kantong celananya ada uang lima ribu rupiah. Sejak dalam perjalan, sebelum salat, ia sudah minta beli susu, namun ayahnya menundanya, karena harus salat.

"Dapat apa?" tanya ayah penasaran sambil menatap putra. "Abang dapat sampah, di sana," kata Alfatih sambil menunjukkan tempat.

Ayah memperhatikan tangan Alfatih, seperti sampah kemasan  kacang atom, harga seribuan. Ayahnya juga sempat melihat dua siswa sedang main di tangga masjid sebelah timur.

Alfatih bertanya posisi tong sampah, karena ingin buang sampah yang barusan didapatnya.

"Nanti Allah marah kalau buang sampah sembarangan," ujar Alfatih dengan raut wajah serius.

Ayahnya menunjukkan tong sampah, berada dekat pintu utama masjid. Usai membuang sampah, Alfatih naik ke tangga masjid, dekat orang tuanya duduk santai. Sambil ia melihat ke arah dua siswa yang asik bermain.

Tiba-tiba, dua pria datang, sepertinya mereka tukang, yang ingin memperbaiki pintu masjid di dekat tangga ayahnya duduk. 

Sentak, Alfatih melapor pada tukang dengan nada serius. "Abang itu buang sampah sembarangan," katanya sambil menunjuk dua siswa.

Pekerja itu spontan menjawab, "Siapa buang sampah? Tidak boleh buang sampah dalam masjid," kata pria berpakaian tukang.

Alfatih menunjuk ke luar masjid. "Abang itu buang sampah sembarangan," ujar boca yang selalu ikut ayahnya berpergian.

Kedua tukang pun pergi, ayah dan Alfatih bergerak pulang menuju kediamannya.

Alfatih memang sudah terbiasa tidak membuang sampah sembarangan, walau hanya sampah kecil, ia akan menempatkan di posisi yang tepat. Edukasi tentang sampah setiap hari ia cerap dari orang tua. Terkadang, soal sampah ia dapat saat membaca buku anak-anak atau kala melihat ada sampah di tepi jalan dan di mana pun yang ia lintasi. 

Sosok ayah Alfatih sengaja megajak diskusi bila ia melihat tumpukan sampah di tepi jalan. Mempertanyakan siapa membuang sampah tidak pada tempatnya. Ini terus dilakukan, agar Alfatih berpikir dan terus ingat bahwa membuang sampah sembarangan bukan prilaku terpuji. Bahkan dapat menyebabkan dampak negatif seperti banjir.

 *Kisah nyata ini persembahan momen Harlah IPARI ke-2 2025 dan semangat Zero Wate Lifestyle

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.