Kondisi keuangan yang rapuh dalam keluarga judi online (Judol) menjadi jebakan finansial. Awalnya tampak seperti cara cepat mendapatkan uang, namun kenyataannya justru menguras dompet. Seorang kepala keluarga yang tergoda judol akan mulai mengambil dana dapur, meminjam uang tanpa arah, bahkan bisa saja menjual aset keluarga demi mengejar kekalahan.
Banyak istri yang datang ke KUA atau lembaga konsultasi keluarga dengan air mata, karena gaji suaminya habis untuk top up chip judol. Anak-anak kehilangan biaya sekolah, kebutuhan rumah tangga terbengkalai, dan utang menumpuk.
Resiko kriminal
Bila seseorang kecanduan judol dan kehabisan uang, jalan pintas kriminal sering kali menjadi pilihan, seperti mencuri uang keluarga, menjual barang milik orang lain, hingga kasus perampokan demi menutup kekalahan judol. Polisi kerap memublikasi kasus berlatar belakang kecanduan judol. Ini menunjukkan judol bukan hanya persoalan pribadi, tapi sudah menjadi ancaman sosial.
Pecandu judol cenderung menarik diri dari lingkungan, menyendiri, bahkan marah ketika diganggu. Akibatnya hubungan sosial pun terganggu. Dalam lingkungan kerja, produktivitas menurun. Di lingkungan keluarga, komunikasi memburuk dan di lingkungan masyarakat, kepercayaan memudar.
Tidak jarang, para pelaku judol dikucilkan atau dimusuhi karena merusak tatanan norma dan etika sosial. Jika ini dibiarkan maka akan muncul generasi yang hancur secara moral dan mental.
Banyak pelajar dan mahasiswa terjerumus judol karena akses internet yang terbuka dan kurang pengawasan orang tua. Mereka rela tidak belajar demi bermain game judi, bahkan menjual android atau laptop untuk membeli chip. Hal serupa terjadi di dunia kerja. Karyawan yang tergoda judol sering terlambat, kehilangan semangat, sadisnya dipecat sebab tidak profesional. Karier yang dibangun bertahun-tahun bisa hancur sekejap hanya faktor judol.
Masa depan hancur
Masa depan merupakan akumulasi keputusan-keputusan kecil sekarang. Jika seseorang hari ini memilih berjudi, maka ia sedang menanam bom waktu dalam hidupnya. Saat bom meledak, bukan hanya dirinya terluka, tetapi juga keluarga, anak, dan masyarakat.
Mereka yang dahulunya punya cita-cita tinggi harus menerima kenyataan pahit, bangkrut, bercerai, kehilangan hak asuh anak hingga masuk penjara. Ini bukan skenario fiksi, melainkan kenyataan pahit yang terjadi di banyak tempat.
*Penulis Ropi Irandi, Penyuluh Agama Islam Kabupaten Tanah Data (artikel ini sudah tayang di media Suluhagama.com)
No comments
Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.