Selama ini, wisuda hanya dinobatkan pada mereka yang usai menyelesaikan jenjang pendidikan di perguruan tinggi, seperti Strata (S1, S2, dan S3). Bahkan anak-anak usia dini (PAUD/TK) pun kerap menikmati istimewanya wisuda. Pada jenjang pendidikan agama seperti TPA/TPQ pun tak ketinggalan, mereka ikut mengadakan wisuda sebagai simbol kemenangan anak-anak dalam menimba ilmu membaca dan mengafal Alquran.
Bagi sebagian orang, wisuda memiliki makna tinggi dalam perjalanan sejarah hidupnya, bahkan menjadi dambaan setiap mahasiswa. Betapa tidak, perjuangan mendapat selembar ijazah harus ditempuh dengan berbagai tantangan sengit. Penulis yakin, semua mahasiswa dapat merasakan pahit manis ketika berada di bangku kuliah.
Biasanya, di kampus mahasiswa akan berhadapan dengan bermacam tingkah dosen, mulai dari yang punya toleransi terhadap mahasiswa, sampai pada dosen yang membentak atau memarahi mereka dengan berbagai problematika. Namun, penting diingat, bahwa visi-misi pihak kampus tetap ingin mewujudkan produk sarjana yang memiliki kompetensi, tangguh, dan berdaya saing tinggi di kancah lokal, nasional, maupun internasional.
Belum lagi, ditambah dengan kewajiban akhir kuliah, yakni skripsi yang sering menjadi hantu bagi segelintir mahasiswa, sebagaimana dijelaskan artikel berjudul “Skripsi `Hantu’ bagi Mahasiswa.”
Jika direnungkan, ada benarnya juga, banyak mahasiswa yang takut kuliah karena agar bisa selesai, terpaksa bergelut dengan skripsi.
Tak jarang pula mahasiswa memilih jasa pembuatan skripsi sebagai alternatif menghindar dari skripsi. Tapi meskipun banyak wirausaha di bidang pembuatan skripsi, namun pertanggungjawaban di hadapan penguji atau dosen tetap oleh mereka yang ingin mendapat gelar sarjana, yang ujung-ujungnya menanti hari wisuda.
Orang tua dan teman seperjuangan menjadi bagian kesenangan, karena anak atau teman mereka kini telah diwisuda dan menjadi sarjana. Terlebih jika lulus dengan predikat cumlaude, tentu hasil luar biasa yang patut disyukuri.
Puasa adalah tantangan
Alhamdulillah sebulan penuh puasa telah dilalui segenap umat Islam di berbagai belahan dunia. Aneka tantangan mampu mereka lewati untuk menggapai pribadi muslim sejati. Puasa identik dengan hiruk pikuk godaan yang berusaha menyusup dalam pikiran mereka yang berpuasa, demi menghindar dari perintah wajib berpuasa. Bisikan dan godaan kerap menyapa orang ibadah puasa dalam setiap kesempatan.
Perkembangan tatanan masyarakat pun kerap menjadi buah bibir mereka yang puasa, dan isu-isu politik hampir tiap hari menghiasi laman media, tentu ini tantangan besar umat Islam dalam menjalankan ritual puasa Ramadan. Namun segenap was-was dan tantangan tersebut dapat terhindari bagi mereka yang senantiasa mendambakan fahala melimpah dalam ibadah puasa, dan tak menginginkan puasanya cacat nilai.
Selama Ramadan, jiwa, ruh, dan hati muslim benar-benar telah terasah dengan amal-amal kebajikan, sehingga hati yang merupakan wadah ketakwaan semakin terbuka lebar dan luas, guna lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas takwa yang sudah diperoleh selama beribadah Ramadan. “Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa,” (QS. Al-Hujurat: 3).
Tujuan puasa untuk menjadikan orang-orang yang melakukannya menjadi hamba bertakwa pada Allah. Sebagaimana Firman Allah Swt, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian dapat bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Jika demikian besar tantangan yang terus dihadapi selama kurun waktu puasa Ramadan, maka sangatlah pantas Allah membalasnya dengan sebuah kado istimewa, yaitu memberikan hari khusus, hari kemenengan, hari kesuksesan umat Islam untuk mewujudkan diri sebagai manusia fitrah (suci) layaknya bayi baru dilahirkan ibunya. Tak berlebihan jika hari kemenangan tersebut (Idulfitri) dilakab dengan “Hari Wisuda.”
Jika demikian beratnya perjuangan untuk bisa menikmati hari kesuksesan, yang disebut wisuda, maka demikian pula perjuangan seorang muslim untuk menggapai rida Allah, mendapatkan gelar takwa dengan berpuasa selama Ramadan plus amalan-amalan utama di dalamnya. Idulfitri bukan semata-mata berpakaian serba baru, rumah indah, serta membuat aneka kue lebaran enak dan lezat. Lebih dari itu, Idulfitri merupakan hari kemenangan, hari bersyukur, hari saling memaafkan, hari merasakan kegembiraan, dan hari kenangan.
Mendeklarasikan kesucian
Idulfitri sangat pantas diibaratkan hari wisuda bagi yang bertakwa, setelah sebulan penuh menahan beragam godaan nafsu. Karenanya, dengan merayakan Idulfitri ini, sama halanya telah mendeklarasikan kesucian muslim dari berbagai dosa, sebagai buah dari ibadah sepanjang bulan agung.
Pada Idulfitri ini lah, muslim yang taat pada takdir Allah meyakini tibanya kembali fitrah diri yang kerap diimajinasikan dengan ungkapan seperti terlahir kembali. Bila bersedia menerima fitrah yang ada pada momen hari besar ini, serta menerjemahkan dengan pikiran dan bahasa sederhana, Idulfitri merupakan momentum bagi muslim untuk langkah awal menuju kehidupan lebih baik.
Kembali pada fitrah berarti kembali pada jati diri sebagai hamba Allah sejati, hamba Allah yang memakmurkan dunia dengan nilai syariah, hamba Allah yang tidak egois dan tidak arogan. Jadi, jika selama sebulan berpuasa ada salat tarawih, baca Alquran, berjamaah di masjid. Namun, setelah selesai bulan puasa tidak salat, memusuhi masjid, melupakan Alquran. Ya, justru melenceng dari fitrah diri. Ibadah puasa yang dijalani selama Ramadan tidak membekas dan berefek dalam keseharian.
Sebaliknya, bila selama Ramadan sudah salih secara pribadi, salih secara sosial, aktif memakmurkan masjid, gait bersilaturahmi, maka sang muslim berada dalam kondisi sesuai fitrah. Jika muslim ber-Idulfitri, maka akan kembali pada fitrah diri dengan menguatkan komitmen, sehingga setelah Ramadan pun semakin cinta masjid, cinta Alquran, dan tetap bersilaturahim.
Momentum Idulfitri, jiwa terasa tenang dan tenteram, karena dosa-dosa telah diampuni, berkat puasa Ramadan yang telah dilakukan atas dorongan iman dan mengharapkan rida Allah, sebagaimana pesan Nabi Muhammad, “Barang siapa berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala, diampunkan baginya apa yang telah lalu dari dosanya.”
Hal inilah yang akan menjadikan Islam sebagai sumber keselamatan bagi kehidupan. Hari wisuda ini terus dinanti segenap muslimin seantero dunia. Semoga!
No comments
Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.