BERBAGAI tanggapan muncul terkait tiga warga asing, asal Australia dan Amerika Serikat, yang kesusahan berada di Aceh, karena tidak dapat menarik uang di anjungan tunai mandiri (ATM), yang notabine mengadopsi konsep syariah.
Memang, di Aceh tak ada lagi bank konvensional, sejak lahir Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Penulis tak ingin merespon dengan data yang sama, seperti kebanyakan tanggapan publik yang menghiasi dunia maya Aceh beberapa hari terakhir.
Justru, penulis menganalisa dari sudut pandang literasi. Sosok ketiga bule itu, tampaknya minim literasi, kurang membaca, sehingga terjebak dalam hal yang tidak terencana.
Sejatinya, seorang calon wisatawan selalu chek and rechek atau survei keadaan tempat yang akan dikunjungi. Ini penting, supaya perjalanan aman, mudah, dan tidak mengecewakan.
Lumrahnya, wisatawan tak ingin menghabiskan banyak biaya bila objek yang dikunjungi tidak memberikan kenyamanan dan kesenangan. Itu pasti.
Misalnya di Aceh, kalau ada warga pantai timur utara Aceh yang ingin liburan ke Takengon, Aceh Tengah, pasti melakukan survei kecil-kecilan. Apalagi ingin membawa rombongan, tentu memperhatikan berbagai sisi, baik fasilitas umum, kondisi alam, makanan dan sebagainya.
Survei dan perbandingan dapat diperoleh dengan membaca bermacam literatur di media sosial, di berbagai web yang menginformasikan keuntungan dan keunggulan jika liburan ke lokasi tertentu.
Survei ini penting, agar mendapatkan informasi valid dan detail, sebagai langkah mempersiapkan bekal saat di lokasi wisata. Bahkan mempersiapkan uang di dompet, jika memang lokasi wisata jauh dari tempat tersedia ATM atau sulit mendapatkan jasa tukar mata uang asing.
Sepatutnya, jika bule ingin melancong, harus lakukan survei ini, dengan cara membaca. Apalagi mereka datang dari negara Australia dan AS, yang letak geografisnya jauh dari Indonesia. Selain asing ketika berada di Indonesia, juga berbeda bahasa, budaya, dan selera makan.
Termasuk yang harus ada dalam konsep liburannya adalah memastikan ketersediaan uang tunai atau jasa tukar uang.
Semua informasi ini bisa didapatkan di internet. Banyak literatur menyebutkan Aceh negeri yang menerapkan syariat, bahkan dalam sisi ekonomi dan perbankan. Banyak pula artikel yang mengulas hengkangnya bank konvensional di Aceh. Sebaliknya, hanya ada bank syariah seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Aceh Syariah (BAS), sebagai bank unggulan di tanah rencong. Konsep syariah juga berdampak pada penggunaan ATM, baik dari bank syariah atau konvensional.
Berbekal informasi tersebut, para bule ini tentu tahu apa yang harus disiapkan supaya liburan ke Aceh menyenangkan, tidak mengecewakan, dan intinya tidak sebel.
Padahal, bule itu warga Australia dan AS, yang tercatat sebagai negara yang minat membacanya cukup tinggi, Australia berada pada peringkat empat sebagai negara yang minat bacanya tinggi, berada di atas Jepang.
Namun, kelihatannya mereka kecewa dan sebel sebab sulit mendapatkan uang tukar atau ATM yang tak mendukung. Sejujurnya, kecewa dan sebel itu tidak perlu terjadi jika mereka memang survei via bacaan di internet, yang menginformasikan kondisi Aceh terkini.
Seandainya ia tak mampu memahami bahasa Indonesia karena mayoritas artikel berbahasa Indonesia, itu bukan masalah. Mudah, cukup buka google translate, bahasa Indonesia langsung bisa dialihkan ke bahasa lain di dunia. Apalagi AS dan Australia negara super maju, tentu mereka mahir dalam teknologi.
Para pelancong itu hanya beberapa orang, sehingga hukum sebuah daerah yang mayoritas muslim tak perlu juga menuruti keinginan segelintir pendatang asing. Jika memang minat liburan ke Aceh, cukup siapkan bekal, bukan malah menyalahkan kearifan lokal yang mereka terapkan.
Nah! Hemat penulis, para bule itu kurang membaca, khususnya terkait keuangan dan perbankan di Aceh. Mungkin mereka hanya baca dan kepincut keindahan alam, lalu langsung terbang ke Aceh, tanpa memperhatikan hal ihwal jasa keuangan.
Catatan akhir, benarlah istilah "membaca buku sama halnya membuka jendela dunia". Sebaliknya, minim membaca membuat orang terjebak dalam ketidaknyamanan atau kesalahan.
Kon cuma bulek, tapi guide pih kureung literasi, hanya modal sensasi pubrok-brok nanggroe droe..
ReplyDeleteHehe. Brat ta peutimang.
ReplyDelete