Berpuasa Tanpa Lidah dan Mata

Share:

Oleh: Abu Teuming

Ketua FKPAI Aceh dan Kabid Humas PW IPARI Aceh

Salam sahabat muslim! Pasti pada seru amat ini yang sedang menjalani puasa Ramadan 1445 H. Pasti dong, karena puasa Ramadan kan hanya sebulan dalam setahun. Sudah sepatutnya dilalui dengan seru, meriah, dan sempurna.

Kata ustaz dan guru tempo dahulu, kalau puasa tidak boleh makan dan minum saat siang hari. Sebab bisa batal puasa dan nilai puasanya jadi kosong. Pasti muslim sejati tidak mau melalui Ramadan dengan hari kosong, alias tidak berpuasa.

Ternyata sobat, selain dilarang makan dan minum saat puasa, ada larangan lain lho. Iya, larangan mata liar dan mulut serabutan. Artinya, siapa pun yang sedang puasa wajib menjaga lidah dan mata.

Tenang, di sini istilah menjaga bukan seperti ibu-ibu menjaga si bocahnya yang lagi super aktif, yang membuat kondisi fisik dan pikiran lelah. Tapi menahan diri dari perkataan yang tidak bermanfaat. Kalau kata orang kota un-faidah.

Sobat pecinta Ramadan tentu mahir membedakan perkataan mengandung makna dan ribuan ucapan bernilai sampah. Nah, yang perlu dihindari adalah ucapan sampah. Ya namanya sampah, tentu harus diletakkan di tempatnya supaya tidak mengganggu orang lain. Lagi pula, sampah itu minim kegunaannya bagi orang yang hidup normal.

Lawan dari sampah adalah mutiara. Selayaknya, ucapan orang berpuasa harus bernilai tinggi, ibarat mutiara yang mahal harganya dan pastinya didambakan semua orang. Apalagi ibu-ibu, tentu demen koleksi mutiara. Bahkan, orang selalu perpikir di mana bisa mendapatkan mutiara untuk dijadikan perhiasan hidup.

Demikian pula lisan, jika memang harus berkata maka keluarkan redaksi kata yang santun, sarat makna, penuh nasihat dan berdampak untuk mendekatkan diri pada Allah bagi pengucap dan yang mendengarnya. Jika sudah demikian, lisan Anda selalu dinantikan oleh pecinta nasihat, yang kemudian diaplikasikan dalam tatanan hidup sosial demi meraih rida Allah.

Allah sudah mengingatkan melalui kalam-Nya, bahwa pendengaran, penglihatan, perkataan, semua ini akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Maka, sejak dini persiapkan dokumen laporan kehidupan yang disenangi Allah kelak pada hari pembalasan.

Imam Al-Ghazali pernah berpesan, lidah itu kecil dan ringan. Tetapi ia dapat mengangkat derajatmu dan bisa pula menjatuhkanmu ke level hina.

Sosok muslim, khususnya yang berpuasa, lisan yang terucap jangan pernah dicampuri dengan kezaliman, celaan, hinaan, adu domba dan segenap ucapan keji lainnya. Sebaliknya, ucapan lidah harus dibumbui dengan kata lembut, manis, padat nasihat dan memikat sang pendengar. Kalau bisa, buat si pendengar kesulitan tidur karena ternga-nga bahasa indahmu. Ibarat pasangan yang baru mendengar rayuan dan bahasa manis kekasihnya, pasti sulit tidur dan kerap tersenyum sendiri saat melihat dinding.

Tetap lalui hidup dengan lisan mutiara. Siapa pun yang baik tutur kata, akan banyak temannya. Wajar orang yang bertutur kata indah, sopan, bermakna serta tanpa menyakiti orang lain akan lebih disenangi koleganya. Dan yang pastinya surga merindukan orang yang lisannya penuh hikmah.

Pesan penulis, jika ada ungkapan lisan tidak bermakna lebih baik diganti dengan senyum walapun tanpa alasan.

Selain itu, yang tidak kalah penting dipelihara adalah mata. Bukan bulu mata, alis, atau beningnya bola mata. Tapi pandangan mata jangan liar. Mata orang berpuasa tidak sepatutnya merambah ke sudut-sudat pandangan yang tidak bermanfaat, apalagi tergetnya ke objek yang haram. Tentu ini wajib dihindari.

Itu sebab, ngabuburit tidak disarankan. Pasalnya, sangat rawan dengan ketajaman mata mendeteksi hal negatif di sepanjang jalan atau pusat jajanan takjil. Konon yang jualan menu berbuka puasa kebanyakan perempuan-perempuan bening lagi muda. Ah, ini rawan, bila mata tidak mampu dipalingkan dari pandangan yang merusak kesempurnaan pahala puasa. Menjaga mata bukan hanya wajib bagi bagi para lelaki, namun perempuan juga berlaku hukum yang sama.

Setiap muslim yang puasa, wajib menahan pandanganya, bahkan kemaluannya. Sebab keduanya dapat menjerumuskan ke lembah hitam bila tidak kuasa dikendalikan. Jika pun harus beraktivitas di luar rumah, maka cukupkan dengan memenuhi kebutuhan aktivitas, tanpa melebarkan pandangan pada objek nihil faidah. Juga, jika harus berselancar di dunia maya via android, lakukan sesuai kepentingan dan tidak membiarkan mata kepincut dengan iklan serta konten minim manfaat.

Mata orang puasa semestinya layu dan lelah karena banyaknya ibadah Ramadan yang dikerjakan, sehingga waktu tidurnya terkuras. Mata orang berpuasa harus buta dan bisu. Artinya tidak melihat kecuali yang diridai Allah dan tidak berkata keculai yang disenangi Allah. Ayah Imam Abu Hanifah pernah dijodohkan dengan wanita buta, tuli, dan lumpuh karena terpaksa setelah makan apel yang bukan miliknya. Ternyata, maksud buta adalah tidak melihat yang jelek, tidak berkata keji, tidak melangkah kecuali pada kebaikan.

Demikian seyogyanya setiap muslim yang berpuasa hingga fase pasca Ramadan nantinya. Pertahankan puasa dengan istikamah menjaga mata dan lidah. Karena surga yang kita rindukan ternyata lebih merindukan orang yang menjaga lisan.  

Terakhir, sebaik-baik pandangan mata orang berpuasa adalah menatap setiap bait kata dalam Alquran. Orang yang mampu menjaga mata akan memperoleh nikmatnya iman melebihi indahnya pandangan yang terlihat mata.

Mari jaga mata kita, mata saya, mata kamu, agar tidak bersatu pada yang bukan haknya. Jaga matamu, karena matamu berharga.

1 comment:

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.