Kisah Wali Allah dan Urgensi Ilmu

Share:

Oleh Abu Teuming 
Ketua FKPAI Aceh dan Tim Media PP IPARI

"Jika engkau tidak menjadi pengajar, jadilah pelajar. Bila tidak jadi pelajar, jadilah pendengar. Jika tidak jadi pendengar maka janganlah engkau jadi pembenci orang belajar."

Modal utama mengarungi gelapnya kehidupan dengan ilmu. Tanpa ilmu, hidup bagai terombang ambing di lautan lepas tidak menentu arah. Hidup manusia akan meraba-raba dalam kegelapan yang tidak bercahaya secercah pun. Imam Malik berkata; ilmu itu adalah cahaya dan cahaya tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.

Siapa pun membutuhkan ilmu untuk kenyamanan hidup, terutama ilmu agama agar dapat beribadah kepada Allah. Ilmu mampu mengangkat manusia hina ke daratan mulia. Meskipun manusia yang terlahir dari kalangan miskin, bahkan anak zina sekalipun akan tetap mulia bila ia memiliki ilmu.

Pentingnya ilmu bagi manusia seperti ia berhajat tetap ada udara pada siang malam. Imam Ahmad bin Hambal berpesan, “Manusia sangat berhajat pada ilmu lebih daripada hajat mereka pada makanan dan minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau dua kali, akan tetapi manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan nafasnya.” 

Disadari atau tidak, manusia sangat memerlukan ilmu demi mengarungi hidup yang penuh dengan gelombang permasalahan. Rasulullah bersabda;“Keutamaan orang berilmu  atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah dari sahabatku”, (HR. Dailami).

Imam Al-Qurtubi berpesan, orang yang berilmu tidaklah sama dengan orang yang tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang melakukan ketaatan dengan orang yang melakukan kemaksiatan.

Penting diingat, perkara agama tidak hanya diambil dari mereka pemilik gelar akademis. Tetapi tuntutlah ilmu pada mereka yang takut pada Allah. Takut memakan selain hasil usaha yang halal. Takut terhadap perkara syubhat, dan yang benar-benar takut pada Rabb hanyalah ulama. 

Senada dengan firman Allah,“Sesungguhnya yang benar-benar takut pada Allah di antara hamba hanyalah ulama”,(QS. Al-Faathir:28).

Penguasaaan terhadap ilmu, maka Allah akan mengangkat mereka beberapa derajat dibandingkan insan yang kosong pengetahuan. 

Allah berfirman, "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat", (Q.S. Al-Mujadilah: 11).

Ilmu itu tidak hanya menerangi pemiliknya. Namun ia akan menerangi sekelilingnya seperti lampu menerangi ruang dalam keheningan malam. Bahkan berteman dengan orang salih sangatlah diajurkan. Karena dengan kedekatan itu manusia akan mendapatkan manfaat dari ilmu. Tidak ubahnya seorang yang berdekatan dengan orang yang menggunakan farfum, meskipun tidak memakainya namun mendapatkan harumnya.

Akhlak yang busuk akan disucikan dengan ilmu. Kejahilan dibidang apa pun akan teratasi dengan adanya ilmu. Ilmu adalah payung yang melindungimu ketika hujan. Ia adalah pagar yang akan mengamankanmu dari serangan binatang buas. Ilmu itu menjagamu, sedangkan harta engkau yang jaga. 

Mu'adz bin Jabbal pernah berkata, pelajarilah ilmu, karena menuntut ilmu demi Allah adalah suatu kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menelitinya adalah jihad, mengajarkannya kepada yang tidak tahu adalah sedekah, dan mencurahkan kepada ahlinya dinilai sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT. Ilmu menjadi penghibur di kala sepi, teman di kala sendiri, menjadi petunjuk dalam masalah agama, menjadi penyabar di kala senang dan susah. Ilmu bagaikan teman dalam segala situasi dan obor penerang menuju surga. Dengan ilmu, Allah mengangkat derajat suatu kaum dan menempatkan mereka di tempat terhormat. Ilmu adalah petunjuk jalan bagi mereka menuju kebaikan sehingga jejak mereka diikuti dan perilaku mereka diteladani. Para malaikat melindungi mereka dengan sayap-sayapnya yang membentang. Setiap benda, baik kering maupun basah, hingga ikan-ikan di laut, hewan-hewan buas dan binatang ternak di darat serta burung-burung di langit memohonkan ampun bagi mereka.

Orang berilmu itu bagaikan raja. Muridnya akan tunduk patuh pada gurunya sebab rasa ta’dhim yang tinggi. Sebagaimana para sahabat memuliakan Rasulullah.

Imam Syafi’i berkata menuntut ilmu lebih baik dari pada salat sunat seribu rakaat. Dalam kitab Durrus Sabil dijelaskan orang yang menolong setiap penuntut ilmu, kelak akan mengambil catatan amalnya dengan tangan kanan. Berbahagialah mereka yang mendapatkan buku catatan hidupnya dari tangan kanan, karena Allah telah menyediakan tempat baginya di surga.

Insan berilmu akan memancarkan kelembutan dalam tindakannya. Bahasanya halus dan tidak menyakitkan. Tutur katanya disenangi oleh semua orang. Setiap nasihat yang mereka ucapkan sarat dengan hikmah. Menuntut ilmu jangan berharap akan menjadi orang hebat. Jangan bermimpi ingin menjadi guru besar di lembaga terkemuka. Tetapi sucikan niat bahwa menuntut ilmu itu karena Allah, sebab amalan yang dilakukan dengan ikhlas akan menggugurkan suatu kewajiban.

Berkata Imam Syafi’i, siapa yang menghendaki dunia, dengan ilmu. Siapa yang menghendaki akhirat, dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya juga dengan ilmu.

Siapa pun, muslim, wajib mendahulukan pendidikannya di bidang akidah. Pemahaman utama manusia yakni menyangkut ilmu keyakinan tentang Allah. Terkait adanya Allah, sifat yang melekat pada zat suci itu. Sebelum mereka tuntas memahami tauhid, haram bagi insan menuntut ilmu lainnya. Kedudukan menuntut ilmu tauhid, fikih, dan tasawuf adalah wajib. Sedangkan selain ketiga cabang ilmu itu hukumnya sunat dan fardu kifayah.

Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan, “Mendahulukan yang sunat di atas yang wajib adalah perbuatan haram.”

Selama belum memahmi ilmu tauhid dan ilmu yang berkaitan dengan ibadah wajib, maka haram menuntut ilmu lainnya. Imam Al-Ghazaly berkata pendidikan yang pertama wajib diberikan pada anak adalah tauhid, fikih, dan tasawuf.

Dalam hadis populer Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim dan muslimah”, (HR. Ibnu Majah). 

Ulama menjelaskan makna hadis di atas. Maksud ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang dibawakan oleh Rasulullah, yakni menyangkut ilmu agama yang meliputi tauhid, fikih, dan tasawuf. Selama anak Adam terus berjalan hendak menuntut ilmu, maka selama itu pula para malaikat memohon ampun kepadanya. Demikian mulia mereka yang menuntut ilmu di jalan Allah.

Imam Syafi’i berpesan jika engkau tidak ingin hinanya hidup dalam kebodohan. Mesti engkau merasakan pahitnya menuntut ilmu.

Mendapatkan ilmu tidak semudah membalik telapak tangan, karena ilmu itu tinggi nilainya, maka Allah mengharuskan manusia mencarinya dengan biaya. Minimal biaya untuk kebutuhannya selama menuntut ilmu. Oleh sebab itu, Imam Al-Ghazaly berkata, menuntut ilmu ada beberapa syarat, yaitu butuh biaya, proses, kesabaran, jenius dan rajin.

Dikisahkan, Al-Bilkandi adalah sosok guru Imam Bukhari. Pernah Al-Bilkandi berada dalam majlis ilmu hadis. Ketika ia sedang menulis hadis, tiba-tiba saja penanya patah. Dengan tergesa-gesa ia mencari pena pengganti agar tidak ketinggalan catatan. Ia pun berucap dalam majlis itu, “Adakah yang menjual pena seharga satu dinar?”Mendengar pertanyaan itu, banyak para jemaah yang menyodorkan pena kepadanya.

Sejatinya seorang penuntut ilmu tidak mempersoalkan material yang habis demi ilmu. Sebagaimana lumrahnya, sesuatu yang bernilai tinggi tentu perlu pengorbanan besar untuk menggapainya. Habib Ali Zaenal Abidin Al Jufri berkata, penuntut ilmu yang hadir dalam majlis ilmu membutuhkan pena, buku catatan, dan semua perlengkapan untuk menyalin setiap ilmu yang didapatkan.  Mereka yang tidak membawa perlengkapan belajar, tidak ubahnya seorang prajurit perang, namun tidak bersenjata.

Pada kesempatan lain Imam As-Syafi’i berkata, ilmu itu bagaikan binatang buruan, menyalinnya ibarat tali pengikat. Rugilah mereka bersusah payah menangkapnya, tetapi dilepaskan dengan begitu mudah.

Ketahuilah, ilmu dunia akan mengantarmu menjadi ahli dunia. Ia akan memberikan kenikmatan dunia kepada anak Adam sampai manusia terjermus dalam kelalaian dunia. Sedangkan ilmu akhirat akan menunjuk manusia jalan ke surga, dan itulah kenikmatan abadi yang tidak semua insan dapat merasakannya.

Ketika seseorang memilih mondok, jangan merasa sinis sebab dipandang hina. Mungkin hina di sisi mereka pengagung dunia. Tetapi mulia menurut mereka yang yakin adanya kehidupan akhirat. Sepatutnya, tidak perlu merasa bangga sudah meniti jenjang pendidikan sarjana sampai pada penyematan gelar profesor, karena hal megah seperti itu belum tentu berbuah baik bagi akhiratmu.

Dinukil dari Sulthanul Qulub Habibana Munzir bin Fuad Al-Musawa. Pernah ada seorang ulama masyhur, sebab ia menguasai berbagai cabang ilmu agama. Muridnya sangat kagum pada ketinggian ilmunya. Ia mampu menghadirkan seribu dalil Al-Qur’an tentang ada-Nya Allah. Suatu ketika ia berjalan di kerumunan manusia. Murid yang ta’dhim penuh terhadapnya berusaha menyingkirkan orang-orang agar memberikan jalan saat ulama tersebut lewat. Hal itu terdengar oleh wanita lansia yang sedang menyapu di pinggir jalan. Wanita itu seorang waliyullah yang sudah mencapai tingkatan ‘arif billah, namun tidak dikenal banyak orang. Sang wanita diminta untuk menyingkir dari jalan.

Lalu ia bertanya, “Siapa yang hendak melewati jalan ini?”

Orang-orang memberikan jawaban, “Yang akan lewat imam fulan bin fulan. Beliau ulama besar yang cerdik, mampu mengeluarkan seribu dalil sebagai bukti bahwa Allah itu wajib ada."

Wanita tua itu meminta izin untuk bertemu dan bertanya pada ulama tersebut. Sang imam yang melewati jalan itu mendengar permintaan ibu tua. Lalu ia memberikan kesempatan kepada wanita tua untuk bertanya. Ia akan menjawab jika ia tahu jawabannya.

Ibu tua bertanya, “Engkaukah yang bisa menghadirkan seribu dalil Al-Qur’an tentang adanya Allah?”

Sang imam menjawab, “Benar sekali pernyataan ibu.”

Perempuan itu meneruskan pekerjaannya menyapu jalan. Sambil menyapu keluar kata-kata dari mulutnya, “Apakah Allah Maha ada itu membutuhkan dalil?”

Imam itu tersentak dan jatuh dari kuda tunggangannya mendengar pertanyaan wanita tua. Ia menangis. Ucapan itu membuat ilmunya serasa belum sebarapa dibandingkan ibu tua itu. Untuk membuktikan Allah itu ada tidak perlu dalil. Sebab ada dalil dan tidak ada dalilnya, wajib diyakini bahwa Allah maha ada. Demikianlah seorang ulama yang sudah tinggi ilmunya, namun masih tetap ada sisi kekurangan yang belum tentu ia tahu. Karenanya jangan pernah bosan menuntut ilmu, sebab ilmu itu seperti air laut yang tidak akan pernah habis meskipun disedot setiap jam oleh makhluk yang ada di bumi ini.

2 comments:

  1. Subhanallah luar biasa ustadz,, sangat menakjubkan, bahasa mudah dipahami..

    ReplyDelete
  2. Terima kasih. Semoga berfaedah.

    ReplyDelete

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.