Wujud Toleransi, Muslim di Aceh Undang Etnis Tionghoa pada Maulid Nabi

Share:

Oleh: Abu Teuming
Ketua FKPAI Aceh dan tokoh kece PAI

Momen Maulid Nabi Muhammad 1446 H dan hari ulang tahun (HUT) Media Pos Aceh ke-12, di Banda Aceh, 12 Oktober 2024 terlihat kece. Konon, pengusaha etnis Tionghoa di Banda Aceh bersama keluarga menghadiri perayaan maulid di Media Pos Aceh, yang tidak jauh dari lokasinya tinggal.

Bersama muslim dan tamu lainnya, keluarga berkulit putih itu ikhlas berdiri sambil menunggu antrean dan giliran mengambil makanan di prasmanan. Bukan hanya keluarga etnis Tionghoa, bersama mereka juga terlihat wanita muslimah yang telah jadi bagian keluarga mereka selama ini, yang membantu pekerjaan rumah sang pengusaha Tionghoa ini.

Mereka hadir dengan kostum biasa, yang menjadi tradisi etnis Tionghoa di Aceh. Hadir ke acara sakral muslim tanpa hijab, namun tidak menjadi persoalan bagi muslim dan tamu lainnya. Tidak ada yang komplain, bahkan penceramah maulid kala itu tidak menyudutkan keluarga yang menggunakan pakaian serba pendek itu. Sebaliknya, semua tampak paham, saling memahami, dan menghormati perbedaan, terutama beda agama yang sepatutnya tidak perlu dipersoalkan.

Muslim di Aceh amad menyadari, tidak ada pemaksaan dalam Islam.  Syariat Islam yang diterapkan di Aceh tidak mengkerdilkan nonmuslim. Bahkan mereka diberikan hak seluasnya untuk mengamalkan keyakinan, tanpa intimidasi dari kelompok mayoritas.

Pria berkacamata itu dan keluarganya tampak bahagia mencicipi kuliner Aceh yang disajikan bagi tamu maulid dan hari jadi Media Pos Aceh ke-12.

Tersedia menu khas Aceh berupa kuah belangoeng dan keumamah di atas meja, yang bisa disantap bebas oleh siapa pun.

Uniknya, keluarga besar Media Pos Aceh yang seratus persen muslim mengundang etnis Tionghoa sebagai sesama warga Indonesia yang telah lama hidup berdampingan.

Terlihat tidak ada sekat agama, ras, budaya dan warna kulit. Mereka berbaur dan sama-sama saling menghormati. Tamu menghormati tuan rumah dengan hadir ke lokasi acara. Tuan rumah menghargai tamu dengan menyeduhkan makanan dan minuman. 

Gambaran ini menjadi bukti, ada nilai toleransi yang hidup dalam tatanan sosial masyarakat Aceh. Bahkan tidak sebatas hari ini, toleransi dan saling menghargai telah lama membudaya dalam masyarakat Aceh. Kehidupan seperti itu antarumat beragama akan terus dipelihara dan saling sokong dalam upaya mengisi pembangunan negeri.

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.