Sesi Mempersiakan Keluarga Sakinah

Share:

Oleh: Abu Teuming 
(Mahasiswa Magister Hukum Keluarga Islam Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdaltul Ulama (STISNU) Aceh

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai target rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah (Samara) memang harus dipersiapkan secara matang dan tidak bisa dilakukan dalam durasi singkat atau dengan cara praktis.

Pernikahan menjadi ibadah terpanjang yang membutuhkan kesiapan segalanya, termasuk ilmu. Tanpa ilmu tentang munakahat, psikologi keluarga, dan ilmu lainnya yang mendukung ketahanan rumah tangga, maka pernikahan yang disebut ibadah terpanjang tidak mencapai derajat klimaks secara sempurna.

Pernikahan mengikat dua manusia yang berbeda karakter, kebiasaan, bahkan bisa jadi beda keinginan. Perbedaan ini harus diterjemahkan sebagai warna yang akan memperindah hubungan suami dan sitri. Kemampuan agar saling menerima atas perbedaan tidak datang sendirinya, melainkan wajib disokong oleh komitmen nyata bahwa saling pengertian plus menghormati hak dan kewajiban masing-masing merukapan suatu keniscayaan.

Dalam memperteguh eksistensi rumah tangga, jika hak dan kewajiban suami istri terpenuhi tentu celah cekcok dalam rumah tangga dapat dihindari. Karenanya, Islam sangat menekankan pentingnya masing-masing pihak menunaikan hak dan kewajiban dalam menata rumah tangga. Pergaulan baik antara suami dengan istri merupakan bagian dari hak dan kewajiban yang mesti hidup dalam meniti mahligai rumah tangga. Allah berpesan dalam penggalan ayat 19 suat An-Nisa bahwa, “... Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” Terkait ayat ini, Ibnu Abbas menerangkan bahwa hendaknya si suami tetap berlemah lembut kepada istrinya (yang tidak ia sukai itu), maka pada akhirnya ia akan dianugerahi seorang anak dari istrinya, dan dari anaknya itu ia mendapatkan kebaikan yang banyak.

Suami dan istri yang bisa menunaikan hak dan kewajiban, berarti keduanya telah membuka pintu turunnya rahmat Allah. Esensi sebuah pernikahan adalah menjemput rida dan rahmat dari Allah. Ketika nikmat tersebut telah didapatkan maka kebahagian dan kesejahteraan keluarga akan terwujud. Rida dan rahmat Allah memberikan multiefek dalam kehidupan rumah tangga dan kehidupan sosial bermasyarakat.

Seorang istri mesti menyadari  bahwa tidak semua suami mampu memberikan nafkah secara optimal, terutama yang masuk dalam kategori kebutuh skunder. Dalam kondisi ini, pengertian dari sosok istri amat dibutuhkan dan tidak menuntut melebihi dari azas kemampuan suami.  Sementara suami wajib berupaya maksimal untuk memenuhi kewajiban nafkah berupa sandang, papan, pangan dan termasuk nafkah batin. Terkadang persoalan tidak menjadi perdebatan dalam rumah tangga, namun tetap disikapi dengan komunikasu yang baik antara keduanya. Komunikasi yang terjalin dua arah serta bahasa yang tertata dengan santun menjadi nilai positif dalam menguatkan keutuhan rumah tangga.

Bertemunya manusia yang berbeda karakter dalam ikatan pernikahan tentu karena cinta. Mesti dipahami bahwa setiap cinta ada toleransi dan penghormatan. Perbedaan karakter dan tidak bisa menjadi seperti harapan pasangan harus disikapi dengan toleransi yang dipadukan dengan penuh pengertian. Bisa jadi, pada sosok istri tidak terlihat kebaikan di mata suami, namun wajib diyakini bahwa Allah menyimpan kebaikan yang banyak pada diri. Hanya saja kita sebagai manusia tidak mampu melihat lebih jauh kebaikan yang Allah janjikan tersebut.

Terkadang istri bisa menjadi bidadari atau lebih buruk dari itu. Namun semuanya tergantung pada suami. Maka sepatutnya suami berlaku seperti “Malaikat” dalam pengertian bersikap lemah lembut dan memberikan segala hak istri yang Allah titipkan. Lebih dari itu, malaikat adalah sosok makhluk yang tidak pernah melenceng dari titah Allah. Intinya, meniru sifat malaikat yang selalu tunduk patuh pada Allah. Demikian juga suami, yang tunduk dan patuh pada pedoman agama Islam, tentu akan membawa kebaikan dalam rumah tangga, sehingga istri tidak terzalimi.

Dalam menata rumah tangga, setiap pasangan perlu membiasakan menyedekahkan kata-kata ajab, misal selalu minta maaf bila salah, mengucapkan terima kasih atas pemberian atau pelayanan, memuji dan memotivasi atas setiap perbuatan. Banyak orang bertahan dalam genangan panasnya iklim rumah tangga karena ada budaya sedekah kata-kata ajaib. Sehingga Allah membuka hati mereka supaya bertahankan ikata suci dan sakral ini.

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.